Wartawan Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik
Serang, Sinar Harapan
Heru Nugraha, wartawan media lokal dari Jawa Pos Group, resmi dipanggil sebagai
tersangka oleh Polda Banten dalam kasus pemberitaan yang dinilai mencemari nama
baik dan fitnah terhadap 44 dari 75 anggota DPRD Provinsi Banten. Tindak pidana
yang dituduhkan berupa pemuatan daftar nama anggota dewan yang dikategorikan
politikus busuk.
”Ini fotokopi surat panggilan dari Polda Banten. Di sini, saya sebagai
tersangka,” kata Heru Nugraha kepada SH, Senin (8/3). Ia menyebutkan berita yang
menjadi perkara itu terbit pada tanggal 3 Februari 2004 di halaman 16, harian
lokal Satelite News.
Surat panggilan nomor SP /86/III/2004 tanggal 5 Maret 2004 dan ditandatangani
Kompol Dumadi selaku penyidik serta Brigadir Tb Abu Naser selaku yang
menyerahkan surat. Dalam panggilan itu disebutkan, Heru sebagai tersangka dengan
dugaan telah melakukan pencemaran nama baik dan fitnah sesuai dengan Pasal 310
dan 311 KUHP.
Kapolda Banten Kombes Abdurachman belum bisa dikonfirmasikan soal dijadikan
tersangka salah seorang wartawan yang tergabung dalam Pokja Wartawan Pemprov
Banten. ”Bapak sedang sibuk mengurus gedung Markas Polda Banten yang akan
digunakan,” kata staf di Mapolda Banten.
Sebelumnya, Heru bersama rekannya, Tia, juga mengalami penganiayaan setelah
memberitakan kurangnya fasilitas umum dan sosial di Pasar Rawu yang tengah
diperbaiki total oleh PT Panca Pesona Banten, pertengahan Februari 2004. Saat
itu, Heru dan Tia diundang Chasan Sochib, ayah Ny Atut Chosiyah, Wakil Gubernur
Banten, hari Selasa (17/3).
Tiba di kantor Rawu, Chasan mencakar wajah Heru. Namun berbarengan dengan itu,
seorang kolega dekat Chasan langsung menghajar Heru dan menampar wajah Tia
hingga terpelanting dari tempat duduknya.
Malam harinya, Cheri Wardana, pengusaha, atau yang dipanggil Wawan mengumpulkan
wartawan di sebuah rumah makan di Banten. Wawan atas nama ayahnya minta maaf
karena kekhilafan tindakan ayahnya tersebut.
Selain Heru, sejumlah wartawan juga mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan
para preman yang disuruh oknum pejabat atau pengusaha. Dadang, wartawan lokal
Radar Banten, diculik preman yang terbukti di Pengadilan Negeri Banten telah
disuruh Bambang Supriyatno, Kabiro Kepegawaian Pemprov Banten, setelah
membertakan soal dugaan penyimpangan penerimaan calon pegawai negeri sipil
daerah (CPNSD).
Ketua Pokja Wartawan Pemprov Banten Tommy Didih menyesalkan Polda Banten yang
tidak menggunakan Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999 untuk menangani kasus
pemberitaan. ”UU itu merupakan produk hukum yang harus dipatuhi setiap warga
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk penegak hukum dalam hal ini
polisi dan kejaksaan,” katanya.
Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP)
Suhada. ”Hentikan kekerasan terhadap wartawan! Ini bukan yang pertama kali
terjadi. Banyak catatan yang menunjukkan kekerasan itu, tapi tidak pernah
diselesaikan secara benar dalam hukum. Kan ada UU No.40 tahun 1999 yang
menangani soal itu,” ujarnya. (imn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar